18 Februari 2009

Synchronous Digital Hierarchy (SDH)

(Keywords: SDH, PDH, sistem komunikasi optik)

SDH (Synchronous Digital Hierarchy) adalah suatu standar internasional (protocol) sistem transport pada telekomunikasi berkecepatan tinggi melalui jaringan optik/elektrik, yang dapat mengirimkan sinyal digital dalam kapasitas yang beragam. Di Amerika, SDH juga dikenal dengan sebutan SONET (Synchronous Optical Network). SDH disusun kira-kira tahun 1990 dan menjadi temuan yang revolusioner dalam bidang telekomunikasi berbasis fiber optik karena kelebihan kemampuan dan biayanya.

Dalam transmisi telepon digital, ‘synchronous’ berarti bit-bit dari satu panggilan, akan dibawa dalam satu frame transmisi. Dengan kata lain masing-masing koneksi memiliki bit rate dan delay yang konstan. Sebagai contoh, jaringan SDH memungkinkan beberapa Internet Service Provider (ISP) menggunakan satu fiber optik secara bersama-sama, tanpa terganggu oleh trafic data masing-masing dan adanya tindakan saling curi kapasitas antar ISP. Hanya bilangan-bilangan integer tertentu berkelipatan 64 kbit/s yang dapat digunakan dalam SDH.

Sebelum adanya SDH, awal 1970an, sistem telekomunikasi digital menggunakan metode PCM (Pulse Code Modulation). Lalu awal tahun 1980an sistem digital menjadi semakin besar dan kompleks, banyak fitur-fitur baru yang tidak mampu didukung oleh sistem yang lama. Salah satu yang utama adalah multiplexing tingkat tinggi (high order) dengan bit rate 140 Mbps hingga 565 Mbps di Eropa. Masalahnya yaitu harga bandwitdh dan device digital saat itu sangat mahal. Sebagai solusi dibuatlah suatu teknik multiplexing yang memungkinkan untuk menyatukan data-data secara non synchronous, dan dinamakan Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH). Plesiochronous artinya hampir synchronous, karena bit-bit pada satu frame dapat berasal dari koneksi yang berbeda-beda.

Walaupun saat itu PDH menjadi solusi, namun PDH memiliki banyak kelemahan, diantaranya:
  • Format digital PDH berbeda-beda tergantung region, contoh: format PDH di Eropa berbeda dengan format PDH di Amerika atau Jepang.
  • Tidak kompatible dengan interface yang multivendor, contoh: interface PDH di Eropa (E1) tidak kompatibel dengan interface PDH di Amerika atau Jepang.
  • Struktur multiplexing yang tidak synchronous dan kaku (rigid).
  • Topologi berbentuk linear (bus), kurang fleksibel dan tidak ada alternative routing (manual).
  • Kemampuan manajemen yang terbatas.
Karena kelemahan-kelemahannya itu, maka dibutuhkan metode multiplexing yang baru yaitu SDH. Kelebihan-kelebihan dari SDH yaitu:
  • Format digital SDH sama di seluruh dunia.
  • Kompatible dengan interface yang multivendor.
  • Struktur multiplexing yang synchronous dan flexibel.
  • Kemudahan dan efisiensi traffic pada koneksi add-and-drop dan cross-connect
  • Kemampuan manajemen yang lebih powerful.
  • Topologi berbentuk ring, fleksibel dan memiliki kemampuan self-healing rings dengan menggunakan alternative routing.
  • Kompatible dengan jaringan sebelumnya (PDH) dan jaringan masa depan (B-ISDN, dsb).

Gambar: Perbandingan Hierarki PDH dan SDH

Akan tetapi, metode SDH pun memiliki kelemahan. Kemapuan multiplexing SDH yang flexibel dan kompatible dengan interace multivendor, menyebabkan jumlah interface yang terhubung pada SDH jauh lebih banyak dan beragam dibandingkan pada PDH. Ditambah lagi pada sistem SDH terdapat koneksi add-and-drop dan cross-connect yang memungkinkan kanal-kanal berbeda kapasitas dijadikan satu multiplexing. Keadaan ini tentunya membuat sistem manajemen jaringan SDH jauh lebih rumit dibandingkan PDH. Selain itu, dari segi cost, komponen SDH lebih mahal dibanding komponen PDH.

Saat ini di Indonesia pun, metode SDH sudah banyak digunakan menggantikan PDH. Akan tetapi tidak semuanya diganti. Beberapa jaringan PDH masih ada dan digunakan untuk mendukung jaringan SDH.

...
(Dari berbagai sumber)
»»  READMORE...

17 Februari 2009

The Philosophy of Kamasutra

Sejarah kamasutra. Kita tidak banyak tahu tentang Vatsyayana, siapa dia, tinggal di mana. Secara samar-samar kita hanya tahu, barangkali dia hidup pada 1.700 - 1.800 tahun lalu. Secara implisit, sang penyusun pun mengaku bahwa karyanya lahir dari kegelisahan diri. Kegelisahan melihat keadaan muda-mudi Bhaarat zaman itu. Dengan jumlah penduduknya sekitar 10 - 15 juta dan tanah yang lumayan subur, keadaan Bhaarat waktu itu mirip dengan Swiss atau negeri-negeri Skandinavia masa kini.

Untuk memahami latar belakang penyusunan Kamasutra oleh Vatsyayana, kita boleh menoleh sebentar ke Swiss atau salah satu negara di Skandinavia. Inilah negara paling makmur di dunia, jauh lebih sejahtera dari Amerika Serikat. Namun, tingkat kematiannya akibat bunuh diri pun jauh berada di atas Amerika Serikat, dan tertinggi di Eropa. Kenapa? Ketika seorang gadis asal Swiss diwawancarai oleh CNN, ia mengaku, “Kehidupan sebagaimana kita jalani saat ini sudah kehilangan makna. Untuk apa hidup?” Tidak ada tantangan. Segalanya sudah tersedia, baik oleh orangtua maupun negara. Mau apa lagi?

Saat itu, di zaman Vatsyayana, muda-mudi Bhaarat pun menghadapi dilema serupa. Maka mereka melarikan diri dari masyarakat. Mereka menjadi petapa, menjadi biku. Keseimbangan sosial pun kacau. Jumlah penduduk yang berusia lanjut dan sudah tidak produktif melebihi jumlah mereka yang masih muda dan produktif. Keadaan serupa saat ini dihadapi oleh tetangga kita, Singapura.

Di tengah keadaan seperti itu, Vatsyayana mengingatkan zamannya bahwa “Manusia Dapat Memberi Makna pada Hidupnya”. Tidak perlu mencari makna kemana-mana, karena makna ada di mana-mana. Maka lahirlah sebuah falsafah, bukan filsafat yang kering, cara hidup yang penuh lembap. Falsafah kamasutra: HIDUP PENUH MAKNA

Namun, kita harus menemukannya! Persis seperti mentega atau krim di dalam susu - sudah ada namun tidak terlihat. Susu harus diproses untuk mendapatkan krim atau mentega di dalamnya, dan proses inilah kehidupan.
"Susu di dalam cawan Anda berasal dari seekor sapi. Susu di dalam cawan saya pun berasal dari seekor sapi. Lain sumber Anda (sapi Anda), lain pula sumber saya (sapi saya). Namun, susu yang kita miliki sama, sama-sama bergizi dan memiliki khasiat yang sama pula. Untuk memperoleh mentega, kita pun harus sama-sama mengolahnya. Walau cara kita bisa beda, hasilnya akan sama lagi."
Berdasarkan perumpamaan itu, Vatsyayana mengajak kita untuk mengenali diri, untuk menemukan jati diri atau pusat di dalam diri - the centerpoint. Banyak cara untuk menemukan jati diri. Namun, ada empat upaya utama. Setiap upaya mewakili satu sudut, satu sisi kehidupan, yang barangkali berseberangan tetapi dapat dipertemukan.

Pertama adalah kama (keinginan) - keinginan kuat, tunggal, untuk menemukan jati diri. Sementara ini keinginan kita masih bercabang. Terdorong oleh hawa nafsu, kita dapat menginginkan apa saja. Perlahan, tanpa memaksa, kita harus mengarahkan keinginan itu kepada diri sendiri. Dari sekian banyak keinginan, kita menjadikannya satu keinginan; keinginan untuk menemukan jati diri.

Kedua adalah artha, biasa diterjemahkan sebagai harta. Sesungguhnya, artha juga berarti “makna” atau “arti”. Temukan makna hidup! Adakah uang atau harta itu yang memberi makna pada hidup kita? Bila ya, berhati-hatilah. Sebab, apa yang kita miliki saat ini tak mungkin kita miliki selamanya. Jangankan uang, anggota keluarga pun pada suatu ketika akan meninggalkan kita, atau sebaliknya. Bila terlalu percaya pada “kepemilikan” kita, maka hidup bisa menjadi sangat tidak berarti ketika apa yang saat ini masih kita miliki, tidak lagi menjadi milik kita.

Berusahalah untuk menemukan makna lain bagi hidup kita. Barangkali itu “kebahagiaan” yang kita peroleh saat kita berbagi kebahagiaan. Tidak berarti kita tidak boleh mencari uang. Silakan mencari uang, menabung, menjadi kaya-raya, tetapi janganlah mempercayai harta kekayaan kita. Kita pasti kecewa karena apa yang kita miliki hari ini, belum tentu masih kita miliki esok pagi.

Ketiga adalah dharma, kebajikan. Dalam bahasa sufi disebut syariat - pedoman perilaku. Pedoman perilaku berdasarkan kesadaran, itulah dharma. Jangan berbuat baik hanya karena kita dijanjikan sebuah kapling di surga. Itu bukan kebajikan, tapi perdagangan belaka - jual-beli. Berbuatlah baik karena kebaikan itu baik. Berbuatlah baik karena diri kita baik. Berbuatlah baik karena kita sadar. Orang yang berada pada jalur dharma tidak perlu dipaksa, diiming-imingi, juga tidak perlu diintimidasi, diteror, atau dipaksa untuk berbuat baik. Ia akan selalu berusaha untuk berbuat baik karena sadar!

Keempat adalah moksha, kebebasan mutlak. Kebebasan mutlak berarti “kebebasan dari" sekaligus “kebebasan untuk”. Kita bebas dari penjajahan, dan mestinya kita juga bebas untuk berpendapat. Namun, ada rambu-rambu yang perlu ditaati, diperhatikan, dan tidak dilanggar. Kenapa ada rambu-rambu? Sebab, kita belum cukup sadar menggunakan “kebebasan untuk” dengan penuh tanggung jawab. Barangkali memang karena itu, atau barangkali ada pihak-pihak yang merasa akan dirugikan, bila kita meraih “kebebasan untuk”.

Lewat Kamasutra, Vatsyayana, sang Begawan, hendak membebaskan kita dari perbudakan, dan belenggu yang menjerat. Tuhan bukanlah yang menciptakan belenggu-belenggu itu, tapi masyarakatlah penciptanya. Nilai-nilai yang mendasari suatu masyarakat semuanya dapat berubah. Tidak ada yang baku.

Vatsyayana mengajak kita untuk sepenuhnya menerima perubahan dan ikut berubah. Dalam bahasa modern, inilah yang disebut Adequency Quotient - kemampuan untuk bertindak sesuai dengan tuntutan zaman, waktu, keadaan, budaya lokal, dan sebagainya. Vatsyayana tidak percaya pada Intellectual Quotient, Emotional Quotient, Spiritual Quotient atau gabungan kedua atau ketiganya. Ia menerima semuanya dan tidak berhenti pada ketiganya itu saja. Ia pun menerima segala aspek kehidupan manusia, termasuk seks - dan lahirlah Kamasutra sebagaimana dipahami oleh Vatsyayana.

Kama, artha, dharma; dan moksha harus bertemu, dan titik temu keempat upaya itulah tujuan hidup, itulah jati diri kita! Titik temu itu adalah antara pasangan yang berseberangan. Janganlah mempertemukan kama dengan artha, karena kedua titik itu masih segaris. Pertemuan antara kama dan artha itulah yang selama ini terjadi - kita hanya berkeinginan untuk mengumpulkan uang, mencari keuntungan, dan menambah kepemilikan, entah itu berupa benda-benda yang bergerak atau tak bergerak.

Kama harus bertemu dengan moksha, itulah titik di seberangnya. Berkeinginanlah untuk meraih kebebasan mutlak. Kemudian artha harus bertemu dengan dharma - carilah harta sehingga Anda dapat berbuat baik, dapat berbagi dengan mereka yang berkurangan. Berikan makna kepada hidup Anda dengan berbagi kebahagiaan, keceriaan, kedamaian, dan kasih.

Namun, selama ini kita menggabungkan dharma dengan moksha. Berbuat baik, beramal saleh, untuk meraih kebebasan. Kemudian kebebasan pun kita terjemahkan sebagal keselamatan bagi diri, jiwa, atau sebuah kapling di surga. Bebas dari api neraka, itulah definisi kita tentang kebebasan. Bebas dari penderitaan, entah fisik, mental, emosional atau apa yang kita anggap rohani. Itu saja.

Padahal, roh atau batin melampaui suka dan duka. Roh atau batin adalah napas-Nya yang ditiupkan-Nya ke dalam “apa yang kita sebut diri kita”. Penderitaan fisik, mental, maupun emosional semata-mata karena kita tidak mau menerima perubahan. Setelah digunakan selama puluhan tahun, kendaraan bernama badan sudah pasti mengalami kerusakan. ltu wajar dan normal. Terimalah kewajaran itu.

...
Itulah tujuan Vatsyayana ketika menyusun kembali teks teks kuno dan memilih apa saja yang masih relevan di zamannya, kemudian disebutnya Kamasutra. Sebab itu, Vatsyayana juga tidak berpretensi bahwa apa yang ditulisnya itu berlaku sepanjang masa. Bahkan untuk masanya sendiri.

Di akhir tulisannya, ia pun mengingatkan para pembaca, “Yang penting adalah praktik, bagaimana kau melakoni semua ini. Setelah dipelajari, buku ini pun harus kau buang. ... Terjemahkan apa yang telah kau pelajari dalam hidup sehari-hari .“

Barangkali, dialah penulis “kitab suci” yang tidak memiliki beban ego. Ia berasal dari wilayah peradaban Sindhu, Hindu, Indies, India, Indo, Hindia - wilayah kita semua. Sayang sekali, hanya sebagian kecil di antara kita yang masih memiliki rasa bangga terhadap budaya asal kita. Budaya yang melahirkan Vatsyayana, Mpu Tantular, Sukarno, dan Romo Mangun. Budaya yang melahirkan para pemikir dan negarawan seperti Ki Hajar Dewantara, Syahrir, M. Hatta, Moh. Natsir, dan Kasimo. Budaya yang sudah ada sebelum lahirnya agama-agama.

Dari budaya asal itu pula yang masih dipahami di zaman La Galigo, Bundo Kanduang, Ronggowarsito, dan Mangkunagoro - kita memperoleh cara untuk meniti jalan ke dalam diri, untuk menemukan jati diri. Vatsyayana menyebutnya samadhi - keseimbangan yang diperoleh lewat dhyana, hidup berkesadaran.

Orang Jawa zaman dahulu menyebutnya sembah rasa. Para Sufi menyebutnya muraqibah yang diperoleh dengan ber-tafakkur. Dalam bahasa modern, meditasi. Meditasi bukan dalam pengertian “duduk diam” atau “mendiam-diamkan diri selama beberapa lama”, “menyepi”, dan sebagainya. Namun, “menjadi diam” - setelah hewan di dalam diri kita berhasil dijinakkan. Meditasi juga bukan doa. Ketika kita bendoa, kita berbicara dengan Tuhan, Allah, atau apa pun sebutan Anda bagi Kekuatan Tunggal Yang Satu Itu. Dalam meditasi, kita berhenti berbicara. Kita mendengarkan suara-Nya.

...
(dikutip dari tulisan Anand Krishna di http://community.kompas.com/read/artikel/1009)
»»  READMORE...

05 Februari 2009

Selamatkan artefak budaya Indonesia!

Ada titipan info kemasyarakatan yang dikirim ke sebuah mailing list yang saya ikuti, berisi tentang budaya Indonesia yang sempat hampir "diakuisisi" oleh pihak lain. Saya pikir kepada teman-teman yang saya yakin sebagian besar orang Indonesia, hal ini perlu diperhatikan. Berikut beritanya:
From: luc_leroy07
To: Creative_circle_ ind@yahoogroups. com
Sent: Monday, August 4, 2008 2:04:10 PM
Subject: [Creative_circle_ ind] 64% PERCURIAN ARTEFAK BUDAYA INDONESIA DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH MALAYSIA

Indonesia merupakan negara yang sangat luas dan terdiri atas pulau-pulau. Ada begitu banyak suku dan adat istiadat di Indonesia. Latar belakang ini melahirkan keragaman yang luar biasa. Ada ribuan, atau mungkin jutaan artefak budaya yang tersimpan di bumi pertiwi, mulai dari tarian, ornamen, motif kain, alat musik, cerita rakyat, musik dan lagu, makanan dan minuman, seni Pertunjukan, produk arsitektur, dan lain sebagainya. Ini merupakan sebuah kekayaan luar biasa yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa ke Negara Indonesia.

Saat ini, kita hidup di era globalisasi yang sarat atas persaingan yang tinggi. Di babak ini, inovasi menjadi "bahan bakar" pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat persaingan mengakibatkan ekonomi global harus terus bergerak mencari inovasi-inovasi baru. Intensitas kompetisi ini membuat terjadinya pergeseran dari "inovasi berbasis teknologi" menjadi "inovasi berbasis kreativitas" . Artefak-artefak tradisional, yang pada awalnya dianggap tidak bernilai ekonomi tinggi, menjadi sangat berharga. Hal inilah yang melatarbelakangi pencurian, pempatenan dan klaim Negara atau oknum Warga Negara Lain terhadap artefak budaya Indonesia. Beberapa artefak budaya Indonesia yang telah dicuri, dipatenkan atau diklaim oleh negara lain antara lain:

1. Batik dari Jawa oleh Adidas
2. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sumetera Barat oleh Pemerintah Malaysia
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
5. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
6. Rendang dari Sumetera Barat oleh Oknum WN Malaysia
7. Sambal Bajak dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Belanda
8. Sambal Petai dari Riau oleh Oknum WN Belanda
9. Sambal Nanas dari Riau oleh Oknum WN Belanda
10. Tempe dari Jawa oleh Beberapa Perusahaan Asing
11. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
12. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
13. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
14. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
15. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
16. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
17. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
18. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
19. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
20. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
21. Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Perancis
22. Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Inggris
23. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
24. Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali oleh Oknum WN Amerika
25. Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh Shiseido Co Ltd

Deskripsi data (sumber/asal/ eksploitir/ modus/trik pencurian dan lain sebagainya) dapat dilihat di http://budaya-indonesia.org/iaci/Data_Klaim_Negara_Lain_Atas_Budaya_ Indonesia. Dari hasil kalkulasi data yang berhasil di himpun sejauh ini, diketahui bahwa 64% pencurian artefak budaya Indonesia dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Intensitas negara tetangga ini patut untuk kita waspadai. Jumlah pencurian yang terus meningkat dari tahun ke tahun tersebut harus kita sikapi secara serius.

Kekayaan budaya Indonesia adalah sebuah warisan besar yang harus kita jaga. Ada beberapa bentuk kontribusi yang dapat kita lakukan guna berpartisipasi mencegah upaya pencurian, pempatenan atau klaim negara lain atas kekayaan budaya Indonesia. Upaya yang dapat kita lakukan antara lain:
  • Jika Anda memiliki informasi atau data pencurian, pempatenan atau klaim negara lain atas kekayaan budaya Indonesia segera beritahukan ke http://budaya-indonesia.org/iaci/Klaim.
  • Jika Anda memiliki data (foto digital, data audio atau video) artefak budaya Indonesia, segeralah daftarkan ke PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA, dengan alamat http://budaya-indonesia.org/. Upaya pendataan ini sangat penting dalam upaya melindungi kekayaan budaya Indonesia dari pencurian/pempatena n/klaim oleh negara lain.
- Lucky Setiawan

nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman, mailing-list, situs, blog, yang Anda ikuti. Mari kita dukung upaya pelestarian budaya Indonesia secara online.
Jadi, dibantu ya temen-teman. Hitung-hitung kita ikut melestarikan dan menyelamatkan budaya nenek moyang bangsa kita sendiri. Heheheee...
»»  READMORE...

04 Februari 2009

'OSI Layer' Model

Kuliah jaringan komunikasi data beberapa hari yang lalu, menyinggung sedikit mengenai model OSI Layer. Beberapa mungkin tidak tahu, tapi teman-teman kita di telekomunikasi harus tahu (paling tidak pernah mendengar :P) apa itu model OSI. Open Systems Interconnection Reference Model (OSI Model) adalah suatu model teoritis yang menjelaskan bagaimana komunikasi antar device dalam jaringan berjalan. OSI model dikembangkan oleh International Organization for Standarization (ISO) pada tahun 1977, sebagai basic model untuk komunikasi antar device jaringan. Tujuan adanya model OSI ini adalah sebagai bantuan untuk memahami komunikasi antar device pada jaringan, dan untuk membantu memilah kesalahan/troubles yang terjadi di dalam jaringan. Bagi para software dan hardware manufactures, model OSI memungkinkan mereka untuk menjamin bahwa produk mereka bisa bekerja sama (satu protokol).

Model OSI terdiri atas 7 bagian yang disebut 7 Layers (*seperti pada gambar di samping). Masing-masing layer terpisah satu sama lain (independen) dan memiliki fungsi sendiri-sendiri. Tetapi tiap layer juga menyediakan service ke layer di atas atau di bawahnya.

Layer 1: Physical Layer.
Fungsi utamanya yaitu mendefinisikan code-code biner dalam suatu sinyal elektrik sehingga dapat dikirimkan melalui media transmisi. Layer ini berhubungan langsung dengan saluran transmisi jaringan baik yang wire (kabel UTP) ataupun wireless (antena). Layer ini juga berfungsi untuk membangun dan memutus koneksi secara fisik.

Layer 2: Data Link Layer.
Fungsi utamanya meneruskan sinyal yang diterima dari Physical layer ke Network layer dan menyediakan Media Access Control (MAC). MAC bertugas untuk mengontrol akses ke jaringan (flow control), di dalamnya termasuk fungsi untuk mendeteksi dan mengkoreksi error sinyal (error control), jika tidak dapat dikoreksi, layer akan mengirim error warning ke network layer. Di dalam layer ini juga berjalan fungsi Framing dan Synchronizining.

Layer 3: Network Layer.
Fungsi utamanya yaitu merutekan paket dari sumber ke tujuan (routing), mentranslasi address (addressing), dan mengatur koneksi pada jaringan (connection control). Layer1-3 disebut layer bawah (Lower Layers) bekerja pada koneksi "hop-to-hop", sedangkan layer 4 dst disebut layer atas (Upper Layers) bekerja pada koneksi "end-to-end".

Layer 4: Transport Layer.
Fungsi utamanya yaitu mendeteksi dan mengkoreksi error paket (error control) untuk koneksi end-to-end. Melaksanakan multiplexing, flow control dan congestion control pada paket-paket yang berjalan.

Layer 5: Session Layer.
Fungsi utamanya yaitu membangun (establish), mengontrol (manage) dan memutus (delete) koneksi end-to-end. Mengontrol kanal jaringan (full-duplex/half-duplex) dan Quality-of-Service (QoS) dari jaringan.

Layer 6: Presentation Layer.
Fungsi utamanya yaitu melakukan enkripsi/dekripsi (encryption/decryption), kompresi/ekspansi (compression/expansion) data dan memilih syntax.

Layer 7: Application Layer.
Fungsi utamanya adalah menyediakan interface antara proses di dalam jaringan dengan user melalui suatu program aplikasi yang terdapat dalam device (komputer).
Contoh: Network API (Aplication Program Interface)

Berikut ringkasan fungsi-fungsi dari 7 Layer OSI Model:


Lalu "bagaimana data mengalir?" Di sistem pengirim, saat data dikirim dari aplikasi pada komputer sumber terjadilah hal-hal berikut. Data pada aplikasi yang digunakan user, berada dalam bentuk paket (packet) bergerak turun melalui layer-layer OSI dari Aplication Layer (L7) menuju Physical Layer (L1). Dalam pergerakannya melalui layer-layer, paket-paket data di-encapsulasi (ditambahkan informasi tambahan berupa header), tanpa mengubah isi data. Saat mencapai Physical Layer, data siap untuk ditransmisikan melalui media transmisi. Pada saat akan ditransmisikan, data bisa berupa sinyal analog atau digital, dalam bentuk elektrik, cahaya atau gelombang radio. Kemudian data ditransmisikan ke device tujuan.

Di sistem penerima, data bergerak sebaliknya, naik dari Physical Layer (L1) menuju Aplication Layer (L7). Dalam pergerakannya melalui layer-layer, paket-paket data di-deencapsulasi (menghilangkan header), tentunya tanpa mengubah isi data. Setelah mencapai Aplication Layer, data siap digunakan oleh user lain yang berada pada device penerima. Berikut contoh diagram aliran data dari pengirim (sender) kepada penerima (receiver) pada jaringan.

»»  READMORE...